Rabu, 18 Mei 2016

LANDASAN TEORI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINGGINYA ANGKA PUTUS SEKOLAH



A.    Pendidikan
Langeveld (dalam Hasbullah, 2008: 2) mengemukakan pengertian pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar lebih cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Munib (2007: 26-27) mengemukakan  ada beberapa konsep dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, yaitu:
1        Pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education). Dalam hal ini bahwa usaha pendidikan  sudah dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia, sepanjang ia masih mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah bahwa pendidikan tidak identik dengan sekolah. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah dan dalam lingkungan masyarakat.
2       
12
 
Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan keluarga dan masyarakat, berusaha mencapai pendidikan yang telah ditentukan.
3        Bagi manusia, pendidikan itu merupakan suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadaian yang berkembang. Handerson mengemukakan, bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadai karena pendidikan membimbing generasi muda untuk mencapai generasi yang lebih baik.
Konsep dasar yang telah dikemukakan diatas tentunya akan menemui beberapa hambatan, hambatan dapat berasal dari lingkungan maupun dari keluaraga. Menurut Partowisastro (dalam Maryono, 1998: 89-95), kelangsungan pendidikan anak dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara lain:
1.      Faktor pendorong, yang terdiri dari (1) minat orang tua untuk menyekolahkan anak dapat dipengaruhi oleh ekonomi keluarga dan atau persepsi orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak, (2) minat anak dalam bersekolah dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga, juga tingkat prestasi anak di sekolah, (3) faktor lingkungan tempat tingal juga berpengaruh terhadap pendidikan anak baik positif maupun negatif.
2.      Faktor penghambat, yang terdiri dari (1) kondisi sosial ekonomi keluarga, rendahnya kondisi sosial ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua, memiliki pengaruh terhadap kelangsungan pendidikan anak (untuk meneruskan pendidikan ke jenjanag yang lebih tinggi), yaitu adanya anggapan bahwa pendidikan itu tidak penting bagi anak, (2) kemampuan siswa terjadi karena prestasi anak kurang sehingga anak tersebut tidak mau melanjutkan sekolah atau mungkin karena kurang taunya anak akan arti pentingnaya pendidikan, disamping iklim persaingan mendapatkan sekolah yang baik semakin ketat, (3) kondisi lingkungan masyarakat, lingkungan dimana anak tingal dan berada bisa menjadi faktor penghambat kelangsungan pendidikan anak
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Indraharti (2005) mengenai penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA di desa Kemiriombo Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung, didapat kesimpulan sebagi berikut:
1        Faktor geografi yang menyebabkan rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA di desa kemiriombo adalah sbb:
a)      Jarak dari rumah ke sekolah
b)      Keadaan topografi yang kasar yaitu berupa perbukitan
c)      Aksesibilitas yang rendah yang meliputi: kondisi jalan yang rusak, dan keadaan transportasi yang tidak lancar.
2        Faktor sosial ekonomi orang tua yang meliputi
a)      Pendidikan orang tua yang rendah
b)      Mata pencaharian orang tua dan
c)      Pendapatan orang tua
Variabel penelitian dalam skripsi ini berjumlah empat, yaitu (1) Tingkat pendidikan orang tua (2) Tingkat pendapatan orang tua (3) Aksesibilitas wilayah (4) Motivasi anak.

B.     Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pendidikan formal yang pernah ditempuh orang tua akan berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan mempunyai dorongan untuk memperbaiki hidupnya dan keluarganya, disamping itu akan memberikan pertimbangan yang rasional dalam menghadapi suatu masalah, yang berpengaruh terhadap pandangan dan wawasannya. Demikian juga dengan pendidikan anak mereka, orang tua akan mempunyai dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka. Indraharti dalam penelitian juga menyatakan bahwa, rendahnya tingkat pendidikan kepala keluarga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendidikan anak (Indrahati, 2005 dalam Kadarwati, 1995: 12).
Hasbullah (2008: 6) mengemukakan bahwa pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian pendidikan dari para ahli dalam Munib (2007: 32-33):
1.            Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahawa pendidikan umumnya berarati daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
2.            Crow and Crow menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individu untuk kehidupan sosialanya dan membantu meneruskan adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.
3.            Dictionary of Education  menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainya didalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yaitu orang dihadapakan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal.
4.            Driyarkara menyatakan, bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insan itulah disebut mendidik. Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.
5.            Daoed Joesof menegaskan, bahwa pengertian pendidikan mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil/produk. Yang dimaksud dengan proses adalah: proses bantuan, pertolongan, bimbingan, pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan hasil/prodak adalah; manusia dewasa, sosial, bertanggung jawab, dan mandiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka pengertian pendidikan  adalah usaha sadar dan sisitematis, yang dilakuakn orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan (Munib, 2007: 34)
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional, maka kegiatan pendidikan dilaksanakan melalui tiga jalur sebagaimana yang tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 Pasal 13 (1) yang secara lengkap berbunyi: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang saling dapat melengkapi dan  memperkaya”. Ayat (1) tersebut dilanjutkan dengan ayat (2) yang selengkapnya berbunyi: “Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dislengarakan dengan system terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh”.
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Kiranya perlu juga dikenali ketiga jalur pendidikan tersebut diatas memeiliki ciri-ciri yang berbeda sebgaimana berikut.
Adapun ciri-ciri pendidikan formal anatara lain:
1.            Tempat berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran digedung sekolah
2.            Untuk menjadi peserta didik ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi, misalnya usia.
3.            Memiliki jenjang pendidikan secara jelas
4.            Kurikulumnya disusun secara jelas untuk setiap jenjang dan jenisnya
5.            Materi pembelajaran bersifat akademis
6.            Pelaksanaan proses pendidikan relatif memakan waktu yang cukup lama
7.            Ada ujian formal yang disertai dengan pemberian ijazah
8.            Penylengara pendidikan adalah pemerintah/swasta
9.            Tenaga pengajar harus memiliki klasifikasi sebagaimana yang ditetapkan dan diangkat untuk tugas tersebut
10.        Dislengarakan dengan mengunakan administrasi yang relatif seragam.
Contoh dari pendidikan formal adalah Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/sederajat atau setara dengan kejar paket A, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat atau setara dengan kejar paket B, Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat atau setara dengan kejar paket C dan Perguruan Tinggi (PT)/sederajat Jenjang pendidikan  formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 14).
Jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi  jenjang pendidikan menengah (Pasal 17 ayat 1), pendidikan dasar berbentuk Sekolah  Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah Menengah  Pertama (SMP) dan Madarasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 17 ayat 2). Untuk selanjutnya ketentuan mengenai pendidikan dasar ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Adapun jenjang pendidikan menengah diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelasakan sebagai berikut. Ayat (1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2) pendidikan Menengah terdidri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan; (3) Pendidikan menegah berbentuk sekolah Menegah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madarasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) ketentuan mengenai pendidikan menegah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan ciri - ciri pendidikan nonformal antara lain:
1.           Penylenggaraan kegiatan proses pembelajaran dapat dilakuakan diluar gedung sekolah
2.           Adakalanya usia menjadi persyaratan, tetapi tidak merupakan suatu keharusan
3.           Pada umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas
4.           Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani
5.           Bersifat praktis dan khusus
6.           Pendidikanya relatif berelangsung secara singkat
7.           Kadang-kadang ada ujian dan biasanya peserta mendapatkan sertifikat
8.           Dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta.
Penjelasan mengenai pendidikan nonformal dapat disimak pada pasal 26 (1) (2) dan (3) sebagai berikut. Pasal 26 (1) Pendidikan nonformal dislengarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan pelayanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pasal 26 (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pasal 26 (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pedidikan pemberdayaan permpuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Ketentuan mengenai penylengaraan pendidikan  nonformal lebih lanjut diatur dengan peraturan pemerintah (Munib, 2007: 145).
Sementara itu ciri - ciri pendidikan informal antara lain:
1.           Dapat dilakukan dimanasaja dan tidak terikat oleh hal-hal yang formal
2.           Tidak ada persyaratan apapun
3.           Tidak berjenjang
4.           Tidak ada program yang direncanakan secara formal
5.           Tidak ada materi tertentu yang harus tersaji secara formal
6.           Berlangsung sepanjang hayat
7.           Tidak ada ujian
8.           Tidak ada lembaga tertentu sebagai penylenggaranya.
Pendidikan informal selanjutnya diatur dalam pasal 27 (1), (20) dan (3) yang selengkapnya berbunyi: Pasal 27 (1) Jenjang pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar yang bersifat mandiri. Pasal 27 (2) Hasil pendidikan  informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar pendidikan. Selanjutnya Pasal 27 (3) Menyatakan ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal diatur lebih lanjut dengan peratuaran Pemerintah (Munib, 2007: 146-147)
Jenis pendidikan  mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus (Pasal 15). Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menegah yang mengutamkan perluasan pengetahuan yang diperlukan peserta didik untuk melanjutkan  pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menegah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Adapun pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Sementara itu pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan program peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Lain  lagi dengan pendidikan vokasi yaitu pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu  dan setara dengan program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapakan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang dapat menuntut peneguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama. Selanjutnya pendidikan khusus merupakan penylenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan yang luar biasa yang dislengarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih kedepan tentang masa depan anakanya, berbeda sekali dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Orang tua yang berpendidikan tinggi tentunya akan lebih  mengetahui betapa pentingnya pendidikan, sehingga mereka akan sangat mengutamakan pendidikan bagi anak-anakanya.
Tingkat pendidikan orang tua yang dimaksud adalah pendidkan formal terahir yang ditamatkan orang tua siswa (Ayah dan Ibu) yaitu ijazah terahir yang dimiliki oleh orang tua.
C.    Tingkat Pendapatan Orang Tua
Pendapatan orang tua akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anak-anaknya. Semakin tinggi tingkat pendapatan orang tua maka dapat dikatakan akan semakin mudah orang tua untuk membiayai pendidikan anak-anaknya dan semakin rendah pendapatan orang tua maka orang tua akan semakin sulit untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Semkin tinggi tingkat pendidikan  maka biaya yang harus dipenuhi untuk biaya pendidikan akan semakin besar, semakin tinggi pendidikan yang ditempuh anak-anaknya maka semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan orang tua untuk biaya pendidikan tersebut.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS, 2008: 9) Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang diterima atau dihasilkan.  Nordhaus dan Samuelson (2003: 264) mengemukakan bahwa pendapatan mengacu kepada aliran upah, pembayaran bunga, keuntungan saham dan hal-hal lain mengenai pertambahan nilai selama periode waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Pendapatan dapat diartikan  sebagi hasil yang diterima seseorang, karena orang itu bekerja dan hasilnya bisa berupa uang atau barang. Pendapatan orang tua adalah hasil yang diterima orang tua dari hasil bekerja yang berupa uang ataupun barang yang dinilai dengan uang selama satu bulan. Besarnaya jumlah pendapatan biasanya akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dimilki, baik pekerjaan utama/tetap maupun pekerjaan sampingan. Besarnaya pendapatan yang diterima biasanya akan berbanding lurus dengan besarnya pengeluaran, semakin tinggi pendapatan maka pengeluaran akan semakin tinggi dan semakin rendah pendapatan maka pengeluaran akan semakin rendah. Badan Pusat Statistik (BPS, 2008: 9) mengemukakan pengeluaran rumah tangga sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1           Pengeluaran untuk makan
2           Penegeluaran bukan makan ( perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, barang tahan lama, pajak dan asuransi dan keperluan untuk pesta dan upacara), konsumsi tersebut tanpa memperhatikan asal barang (membeli atau hasil sendiri atau pemberian), dan terbatas pada pengeluaran usaha rumah tangga atau diberikan kepada pihak lain.
Pengeluaran rata-rata perkapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga (BPS, 2010: 12). Rata-rata pengeluaran per kapita Kabupaten Temanggung tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 301.290,00 yang dipakai untuk kebutuhan makan maupun non makan, pengunaan kebutuhan untuk makan mencapai 52,67% sedangkan sisanya 47,33% digunakan untuk kebutuhan non makan.  Upah Minimum Regional (UMR) bisa digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan seseorang, jika tingkat pendapatan seseorang di bawah UMR maka dapat dikatakan bahwa pendapatanya masih rendah, dan sebaliknya jika pendapatan diatas UMR maka dapata dikatakan bahwa pendapatannya sudah termasuk tinggi. UMR Kabupaten Temanggung Pada Tahun 2010 adalah sebesar  Rp. 709.500,00 (Ariansyah, 2010).
Kriteria pendapatan penduduk bisa di klasifikasikan berdasarkan pendapatan atau pengeluran per kapita, menurut Sajogyo (dalam Supardi dan Nurmanaf, 2004), melakukan stratifikasi kemiskinan dengan membagi golongan penduduk menjadi tiga strata yaitu paling miskin, miskin sekali dan miskin. Sementara untuk golongan tidak miskin dibedakan lagi menjadi dua strata yaitu golongan cukup dan kaya. Pemabagian golongan tersebut didasarkan pendapatan/pengeluaran setara beras per kapita per tahun.
1           Penduduk paling miskin adalah penduduk yang mempunyai pendapatan yang setara beras kurang dari 240 kg beras/kapita/tahun
2           Penduduk miskin sekali adalah penduduk yang mempunyai pendapatan yang setara beras antara 240 – 360 kg beras/kapita/tahun
3           Penduduk miskin adalah penduduk yang mempunyai pendapatan yang setara beras antara 360 – 480 kg beras/kapita/tahun
4           Penduduk dengan pendapatan cukup yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan setara beras 480 – 960 kg beras/kapita/tahun
5           Penduduk kaya yaitu penduduk dengan pendapatan setara beras lebih dari 960 kg beras/kapita/tahun
Tingkat pendapatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah, pendapatan bersih orang tua (Ayah dan Ibu) dari hasil mereka bekerja baik dari penghasilan pokok maupun dari penghasilan sampingan di kurangi dengan pengeluaran untuk makan dan non makan selama satu bulan.
D.    Aksesibilitas Wilayah
Kondisi fisik suatu wilayah dapat menjadi pendorong ataupun penghambat bagi aktifitas manusia, wilayah dikatakan menjadi pendorong bagi aktifitas manusia apabila wilayah tersebut mudah dijangkau atau dihubungkan dengan daerah lain dan sebaliknya menjadi faktor penghambat manusia apabila wilayah tersebut susah di jangkau atau di hubungkan dengan wilayah yang lain. Jika kita membicarakan keterjangkaun suatu wilayah dari wilayah yang lain maka kita tidak akan lepas dari yang namanya aksesibilitas.
Aksesibilitas dapat diartikan sebgai berikut, menurut Black (dalam Miro 2005: 18):
1.            Aksesibilitas merupakan konsep yang mengkombinasikan   (menggabungkan): sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkanya, dimana perubahan tata guna lahan, yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis disuatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana angkutan.
2.            Aksesibilitas merupakan mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainya lewat transportasi yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang ada diatasnya. Dengan perkataan lain: suatu ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai cara lokasi petak (tata) guna lahan yang saling berpencar, dapat berhubungan (berinteraksi) satu sama lain. Dan mudah atau sulitnya  lokasi tersebut dicapai melalui system jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat subjektif, kualitatif dan relatif sifatnya, artinya yang mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain.
Variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikaitkan tinggi atau rendah adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer). Kalau kedua tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya dikatakan rendah. Faktor jarak tidak dapat diandalkan karena pada kenyataan bisa terjadi bahwa dua zona yang jaraknya berdekatan (misalkan berjarak 1,5 km), tidak dapat dikatakan tinggi tingkat akses (pencapainya) apabila antara zona (guna lahan) yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat prasarana jaringan transportasi yang menghubungkanya. Demikian pula sebalkinya, dua zona yang berjauhan pun tidak bisa disebut rendah tingkat pencapainya, kalau antara kedua zona tersebut terdapat prasarana jaringan jalan dan pelayanan armada angkutan yang cukup memadai (Black dalam Miro, 2005: 19)
Kaitanya dengan pendidikan anak , aksesibilitas dapat dikatakan sebagai pendorong maupun penghambat kelancaran pendidikan dengan cara melihat:
1.      Jarak Dari Rumah ke Sekolah
Perkembangan wilayah dipengaruhi oleh lokasi absolut dan lokasi relatif lokasi relatif suatu tempat yaitu, kedudukan wilayah atau tempat yang bersangkutan dalam hubunganya dengan faktor alam dan budaya yang ada disekitarnya. Lokasi ini mengambarkan keterjangkauan, perkembangan dan kemajuan suatu wilayah yang bersangkutan dengan wilayah lain (Sumaatmadja, 1986: 43)
Keterjangkaun yang rendah akan menyebabkan sukarnya sutu daerah mencapai kemajuan, sebaliknya semakin suatu dareah itu mudah dijangkau maka semakin mudah daerah itu mengalami kemajuan. Hal ini berkaitan dengan jarak, semakin dekat jarak antar derah maka akan semakain mudah terjadinya kontak atau hubungan (Bintarto, 1979: 16). Dari sini dapat disimpulkan bahwa jarak yang jauh dari rumah kesekolah akan semakin sulit dicapai dan membutuhkan biaya yang banyak serta waktu yang lama. Jarak dalam skripsi ini dikelompokan menjadi dua yaitu: (a) Jarak tempuh, yaitu jarak yang harus di tempuh untuk menuju ke sekolah SMA terdekat yang di ukur dari lokasi penelitian. (b) Waktu tempuh, yaitu lamanya waktu tempuh yang dibutuhkan untuk menuju ke sekolah SMA terdekat, yang di ukur dari lokasi penelitian.

2.      Biaya Transportasi
Biaya transportasi merupakan, biaya yang harus dikeluarkan untuk menempuh perjalanan dari tempat asal menuju tempat tujuan. Yang dimaksud biaya transportasi dalam skripsi ini adalah, besarnya biaya yang harus dikelurkan, untuk berangkat dari rumah ke sekolah dan juga untuk pulang dari kesekolah ke rumah. Semakin tinggi biaya transportasi maka akan semakin sulit orang untuk menjangkaunya.
3.      Fasilitas Jalan
Pembangunan jaringan jalan mulai meluas setelah kendaraan motor mulai digunakan. Kendaran bermotor dan jalan raya menjadi suatu jenis angkutan darat, kendaran bermotor merupakan sarana  dan jalan raya merupakan prasarana angkutan. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang diperuntukan bagi lalulintas kendaraan, orang dan hewan. Pengertian jalan tidak terbatas pada jalan pada permukaan tanah, akan tetapi termasuk jalan yang melintasi sungai besar/danau/laut, dibawah permukaan air dan diatas permukaan tanah.
Fasilitas jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi jalan yang bisa dilalui untuk menuju ke sekolah, apakah kondisi jalan mudah di lalui atau sukar dilalui, baik mengunakan sepeda motor maupun angkutan yang lain.


4.      Fasilitas Transportasi
Pengangkutan menyangkut bidang yang luas. Hampir seluruh kehidupan manusia tidak terlepas dari keperluannya akan pengangkutan. Pengangkutan diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Pengangkutan tumbuh dan berkembang sejalan dengan majunya tingkat kehidupan dan budaya manusia. Kehidupan masyarakat yang maju ditandai oleh mobilitas yang tinggi, yang dimungkinkan oleh tersedianya fasilitas pengangkutan yang cukup.
Keterkaitan dengan pendidikan anak bahwa tercukupinya sarana dan prasarana transportasi memepengaruhi anak untuk melanjutkan pendidikannya. Semakin banyak sarana dan prasarana maka mempermudah untuk anak pergi ke sekolah.
Fasilitas transportasi yang dimaksud adalah tersedianya sarana transportasi yang dapat dipakai atau digunakan untuk menuju ke sekolah, bisa berupa kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
E.     Motivasi Anak
Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Hamalik, 1992: 173). Perubahan energi dalam diri seseorang  berbentuk aktifitas nyata berupa kegiatan fisik. Seseorang mempunyai tujuan  tertentu dari aktifitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala uapaya yang  dapat ia lakukan untuk mencapainya.
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut berbuat atau bertindak. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam tingkahlakunya, berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga atau munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman, 2007: 73-74), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “felling” dan di dahului dengan adanya tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari penegrtian yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elmen penting, yaitu:
1.      Motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia.
2.      Motivasi ditandai dengan munculnya rasa atau feeling, afeksi seseorang.
3.      Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan.
Kaitanya dengan melanjutkan pendidikan maka motivasi anak bisa berasal dari dalam diri mereka sendiri, dan juga bisa berasal luar diri mereka sendiri. Motivasi Intrinsik merupakan motivasi yang muncul dari dalam seperti minat atau keingin tahuan (curiosity), sehingga seseorang tidak termotivasi oleh bentuk-bentuk intensif atau hukuman. Sedangkan motivasi ekstrinsik ialah motivasi yang disebabkan oleh keinginan untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman, motivasi yang terbentuk oleh faktor-faktor eksternal berupa ganjaran dan atau hukuman. Konsep motivasi intrinsik mengidentifikasi tingkah laku seseorang yang merasa senang terhadap sesuatu; apabila ia menyenangi kegiatan itu maka, termotivasi untuk melakukan kegiatan tersebut (Uno, 2011: 7)
Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul  oleh adanya rangsangan-rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktifitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dengan sasaran sebagai berikut: (a) mendorong manusia untuk melakukan suatu aktifitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan. Dalam hal ini motivasi merupakan motor penggerak dari setiap kebutuhan yang akan dicapai, (b) menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, dan (c) menentukan perbuatan yang harus dilakukan. Atau dapat pula disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk melakuakn perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagi berikut: (1) adanya keinginan dan hasrat untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya lingkungan yang menarik (Uno, 2011: 10).
Berdasarkan uraian tentang motivasi diatas, jika motivasi dikaitkan dengan  usaha anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat, maka motivasi akan menjadi pendorong yang kuat bagi seseorang untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Dengan demikian semakin tinggi motivasi siswa untuk melanjutkan sekolah maka semakin besar pula kesempatan anak untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Begitu pula sebaliknya semakin rendah motivasi yang dimilki siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat maka semakin rendah pula kesempatan siswa untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Motivasi dalam penelitian ini yaitu, adakah keinginan dari siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat.
F.     Angka Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya (Gunawan, 2000: 71). Angka putus sekolah mencerminkan anak usia sekolah yang tidak bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu (BPS, 2009: 36).
Putus sekolah merupakan suatu gejala yang mengakibatkan seseorang berhenti melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Terjadinya putus sekolah bisa disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya bisa disebabkan oleh kemauan sendiri ataupun karena kondisi ekonomi orang tua yang kurang mampu membiayai untuk melanjautkan pendidikan.
Walaupun dari tahun ke tahun angka putus sekolah di Indonesia semakin menurun, tetapi masih banyak anak-anak usia sekolah yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Sensus 2008 memperkirakan bahwa angka putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah dan atas masih relatif tinggi yaitu masing-masing masih 3 % dan 8 %, diman siswa laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk meninggalakan sekolah dibandingkan dengan siswa  perempuan.
Angka putus sekolah ini sering digunakan sebagi indikator berhasil atau tidaknya pembangunan di bidang pendidikan. Penyebab utama putus sekolah anatara lain karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan di sekolah, kondisi orang tua yang miskin dan kondisi geografis.
Angka putus sekolah dalam penelitian ini adalah, seseorang yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat dan hanya tamat pendidikan formal pada jenjang SMP/sederajat di Kecamatan Tretep Kabupaten Temanggung Tahun 2011.
G.    Sekolah Menengah Atas (SMA)
Munib (2007: 147) menjelaskan bahwa jenjang pendidikan menegah  diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelasakan sebagai berikut. Ayat (1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2) pendidikan Menengah terdidri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan; (3) Pendidikan menegah berbentuk sekolah Menegah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madarasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sekolah menengah atas (disingkat SMA; bahasa Inggris: Senior High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.
Pada tahun kedua (kelas 11), siswa SMA dapat memilih salah satu dari 3 jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, dan Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SMA dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.
Pelajar SMA umumnya berusia 16-18 tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni SD (atau sederajat) 6 tahun dan SMP (atau sederajat) 3 tahun - meskipun sejak tahun 2005 telah mulai diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikut sertakan SMA di beberapa daerah, contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, SMA negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.
Read More

LANDASAN TEORI HUBUNGAN ANTARA KETERLIBATAN SISWA PADA PROGRAM ADIWIYATA TERHADAP PARTISIPASI SISWA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL


1.    Program Adiwiyata
a.    Pengertian dan Tujuan Adiwiyata
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna sebagai tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.
Tujuan program Adiwiyata adalah mewujudkan warga sekolah yang bertanggung jawab dalam upaya perindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui tata kelola sekolah yang baik untuk mendukung pembangunan berkelanjutan.

b.      Prinsip – prinsip Dasar Program Adiwiyata
           Pelaksanaan program adiwiyata diletakkan pada dua prinsip dasar berikut ini:
1.    Partisipatif: komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran.
2.    Berkelanjutan: seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komprehensif.

c.       Komponen Adiwiyata
Untuk mencapai tujuan Program Adiwiyata, maka ditetapkan 4 (empat) komponen program yang menjadi satu kesatuan utuh dalam mencapai sekolah adiwiyata. Keempat komponen tersebut adalah:
1. Kebijakan berwawasan lingkungan
2. Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan
3. Kegiatan lingkungan berbasis partisipatif
4. Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan

b.      Pembinaan Adiwiyata
Pembinaan Adiwiyata merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh organisasi/lembaga atau pihak lainnya melakukan pembinaan dalam meningkatkan pencapaian kinerja program adiwiyata yang berdampak positif terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

c.       Tujuan Pembinaan
a.    Meningkatkan kapasitas sekolah untuk mewujudkan Sekolah Adiwiyata
b.    Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia dalam pengelolaan Program Adiwiyata
c.    Meningkatkan pencapaian kinerja pengelolaan Adiwiyata baik di propinsi maupun di kabupaten/ kota termasuk sekolah dan masyarakat sekitarnya

d.   Komponen, Standar dan Implementasi
Komponen dan standar Adiwiyata meliputi:
1.      Kebijakan berwawasan lingkungan, memiliki standar;
·      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memuat upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
·      RKAS memuat program dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2.      Pelaksanaan kurikulum berbasis lingkungan, memiliki standar;
·      Tenaga pendidik memiliki kompetensi dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran lingkungan
·      Peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
2.    Kegiatan lingkungan berbasis partisipasif memiliki standar;
·      Melaksanakan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terencana bagi warga sekolah
·      Menjalin kemitraan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan berbagai pihak (masyarakat, pemerintah, swasta, media, sekolah lain).
3.      Pengelolaan sarana pendukung ramah lingkungan memiliki standar;
·  Ketersediaan sarana prasarana pendukung yang ramah lingkungan
·  Peningkatan kualitas pengelolaan sarana dan prasarana yang ramah lingkungan di sekolah


B.     Keuntungan mengikuti Program Adiwiyata
1.    Mendukung pencapaian standar kompetensi/ kompetensi dasar dan standar kompetensi kelulusan (SKL) pendidikan dasar dan menengah.
2.    Meningkatkan efisiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui penghematan dan pengurangan konsumsi dari berbagai sumberdaya dan energi.
3.    Menciptakan kebersamaan warga sekolah dan kondisi belajar mengajar yang lebih nyaman dan kondusif.
4.    Menjadi tempat pembelajaran tentang nilai-nilai pemeliharaan dan pengelolaan lingkungan hidup yang  baik dan benar bagi warga sekolah dan masyarakat sekitar.
5.    meningkatkan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui kegiatan pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan dan pelestarian fungsi lingkungan sekolah.

2.      Kegiatan Siswa dalam Program Adiwiyata
Kegiatan siswa dalam Program Adiwiyata berupa keterlibatan siswa dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup di sekolah. Kegiatan ini merupakan pengembangan dari komponen-komponen Program Adiwiyata. Kegiatan tersebut adalah:
a.       Pembelajaran upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam kegiatan ini, siswa diwajibkan mengikuti pembelajaran tentang lingkungan hidup.
b.      Pemanfaatan Lahan dan Fasilitas Sekolah
Kegiatan ini merupakan pemanfaatan fasilitas sekolah sesuai dengan kaidah-kaidah lingkungan hidup. Kegiatannya berupa:
·       membuang sampah pada tempatnya,
·       Pemilahan sampah yang masih bisa digunakan. Sampah yang masih bisa digunakan ini biasanya disimpan dalam Bank Sampah, dan akan dimanfaatkan untuk dibuat kerajinan, benda-benda lainnya,
·       pemanfaatan sampah yang dapat dimanfaatkan untuk daur ulang sampah, menggunakan kertas bekas untuk amplop, menghindari pemakaian undangan yang berlebihan,
·       Pemanfaatan prasarana lingkungan (hutan/ taman/ kebun sekolah, green house, toga, dan biopori) untuk pembelajaran lingkungan hidup.
·       Mengkomunikasikan hasil inovasi pembelajaran lingkungan melalui majalah dinding, buletin sekolah, pameran, web-site, radio, TV, surat kabar, jurnal
·       Pemeliharaan kebersihan lingkungan sekolah dengan cara mengikuti piket kebersihan kelas, kegiatan jumat bersih dan pemeliharaan taman oleh masing-masing kelas.
c.       Kolaboratif dengan masyarakat, sekolah lain, dan pihak terkait.
Kegiatan ini berupa:
·      Mengikuti organisasi-organisasi kelingkungan hidup.

3.    Pengelolaan Lingkungan Hidup
Secara umum lingkungan hidup diartikan sebagai segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia (Salim, 1983:34).
Didalam undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, (Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009), pengertian tentang lingkungan hidup adalah sebagai berikut: ”kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”.
William J. Petak dalam (Hamzah, 2013:23) memaparkan bahwa pengelolaan lingkungan sebagai upaya mengelola hal-hal yang berkenaan dengan kehidupan manusia sehingga dapat mencapai suatu keseimbangan yang dapat diterima antara kualitas lingkungan manusia dan kualitas lingkungan alam.
Dari pengertian pengelolaan lingkungan tersebut memberikan pemahaman bahwa pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya menyangkut tentang pemanfaatan lingkungan hidup, tetapi juga bagaimana upaya pengelolaan lingkungan hidup tersebut dapat tetap melestarikan fungsi-fungsi lingkungan dengan baik.
Kita hidup dari alam, oleh karenanya kita pun harus menghidupi alam agar kita dapat tetap menjalani kehidupan ini secara berkeninambungan. Saling memberi dan menerima ini adalah kunci dari keseimbangan alam yang dampaknya adalah dapat menciptakan kehidupan yang aman, damai, makmur dan sejahtera (Yayasan Garuda Nusantara, 2014:3).
Etika lingkungan hidup perlu disosialisasikan secara praktis melalui slogan-slogan yang mudah diingat dan diikuti. Salah satu slogan diantara aktivis lingkungan yang mudah diingat adalah reduse, reuse and recycle atau kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang. Slogan sederhana ini harus dipraktekkan sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Jika hanya satu dua orang yang melaksanakan slogan ini, pengaruhnya pada lingkungan tidak terasa. Tetapi jika mayoritas masyarakat melaksanakan slogan ini maka dampaknya luar biasa (Wiryono, 2013:138).
Semua masyarakat memiliki hak, kewajiban dan peran yang sama dalam pengelolaan lingkungan hidup. Termasuk siswa yang ada disetiap sekolah formal. Makhluk  lain seperti hewan-hewan maupun tumbuhan di lingkungan harus tetap terjaga karena mereka tetap diperlukan eksisitensinya untuk keberlangungan keseimbangan lingkungan hidup. Hal ini dikarenakan manusia dan tumbuhan serta hewan saling bergantungan antara satu dengan lainnya.
Kegiatan pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan mengelola lingkungan tempat tingglnya. Agung (2011) menyatakan bahwa berbagai cara sederhana bisa dilakukan bersama anak dan keluarga di rumah untuk menyelamatkan bumi, cara tersebut adalah:
1)   Hemat energi listrik
2)   Membawa sendiri tas belanja saat berbelanja untuk menghindari penggunaan plastik
3)   Membangun kebiasaan menanam pohon atau berkebun
4)   Mengurangi altivitas yang menghasilkan sampah
Hal ini juga disampaikan oleh Yuliandari (2014) bahwa pemanasan global dan perubahan iklim dapat kita cegah dengan gaya hidup ramah lingungan  seperti berikut ini:
1)      Membatasi penggunaan BBM
2)      Membatasi penggunaan kertas
3)      Membuat kompos dari daun-daun kering
4)      Memilah sampah organik dan anorganik
5)      Membuang sampah pada tempatnya dan
6)      Hindari memusnahkan sampah dengan cara membakar.

4.      Hubungan antara Keterlibatan Siswa dalam Program Adiwiyata terhadap Partisipasi Siswa dalam Pengelolaan Lingkungan Tempat Tinggal
Program Adiwiyata merupakan program pendidikan lingkungan hidup yang diadakan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk menumbuhkan kepedulian dalam pengeolaan lingkungan hidup. Johan Marta (2007:6) menyatakan bahwa dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat, akan lebih meningkatkan partisipasi dan menimbulkan motivasinya untuk berpartisipasi.
Menurut paham konvensional, pendidikan dalam arti sempit diartikan sebagai bantuan kepada anak didik terutama pada aspek moral atau budi pekerti (Rifa’i, Anni, 2011:189). SMK N2 Semarang dalam rangka pelaksanaan komponen Adiwiyata “Kebijakan Berwawasan Lingkungan” telah memasukkan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle) didalam visi, misi dan tujuan sekolah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar seluruh warga sekolah khususnya siswa memiliki moral atau sikap yang berbudaya lingkungan.
Pengajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik yang dibatasi pada aspek intelektual dan keterampilan (Rifa’i, Anni.2011:189).  Didalam Program Adiwiyata aspek intelektual tentang lingkungan hidup harus dimasukkan kedalam setiap pembelajaran di kelas. Contohnya pada komponen “Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Lingkungan” salah satu implementasinya yaitu tenaga pendidik atau guru mengembangkan indikator dan instrument penilaian pembelajaran lingkungan hidup.
Briggs (1992) dalam Rifa’i dan Anni mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan. Unsur utama dalam pembelajaran adalah pengalaman siswa sebagai seperangkat event sehingga terjadi pembelajaran. Didalam Program Adiwiyata pada komponen “Peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup”, dalam salah satu implementasinya berupa “siswa mempunyai kemampuan dalam memecahkan masalah lingkungan hidup”. Hal ini memberikan pengalaman kepada siswa untuk memecahkan suatu permasalah lingkungan sehingga terjadi pembelajaran.
Selain  itu, terdapat pula komponen “Pengelolaan Sarana Pendukung”. DI dalam komponen ini, siswa diharapkan dapat memanfaatkan sarana dan prasarana di sekolah yang nantinya akan membentuk sikap dan keterampilan siswa. Misalnya membentuk sikap kebiasaan hidup bersih. Selain itu, diharapkan dapat membentuk keterampilan siswa, misalnya keterampilan dalam mengelola sampah yang masih dapat digunakan kembali menjadi barang seni.
 Di dalam Program Adiwiyata juga memiliki komponen “Kolaboratif dengan Masyarakat, Sekolah lain, Pemerintah, dan Swasta”. Pada komponen ini, diharapkan siswa dapat bekerjasama dengan masyarakat, sekolah lain, pemerintah dan swasta dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Hal ini telah dilakukan oleh pihak sekolah berupa terjalinnya sekolah binaan dan masyarakat binaan di Kelurahan Karangturi. SMK N2 Semarang sering melakukan kerjabakti bersama masyarakat kelurahan Karangturi dan mengadakan workshop dengan sekolah binaan mengenai daur ulang sampah menjadi benda seni.
Uraian diatas menjelaskan bahwa Program Adiwiyata merupakan bagian dari proses pembelajaran, khususnya mengenai lingkungan hidup. Pengetahuan yang diberikan melalui proses pembelajaran diterapkan secara langsung kedalam tindangan nyata pengelolaan lingkungan hidup contohnya, pengomposan, tanaman toga, biopori, daur ulang sampah, pemilahan sampah, pertanian organik, pemeliharaan kebersihan lingkungan kelas dan sekolah dan lain-lain. Pembelajaran seperti ini dikenal dengan pembelajaran kontekstual.
Menurut Rifa’i dan Anni (2011:236) pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Apabila seseorang mampu memahami proses belajar dan menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari belajar pada kehidupan nyata, maka ia akan mampu menjelaskan segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Demikian pula jika seseorang memahami prinsip-prinsip belajar, maka akan mampu mengubah perilaku seperti yang diinginkan (Rifa’i dan Anni, 2011:83-84).        
Dari urian diatas dapat disimpulkan apabila partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran lingkungan hidup tersebut tinggi, maka siswa tersebut akan menerapkannya didalam keluarga atau lingkungan tempat tinggal hingga masyarakat.
Read More
Designed By Seo Blogger Templates Published.. Blogger Templates