A.
Pendidikan
Langeveld (dalam Hasbullah, 2008: 2)
mengemukakan pengertian pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak itu, atau
lebih tepat membantu anak agar lebih cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
Munib (2007: 26-27) mengemukakan ada
beberapa konsep dasar tentang pendidikan yang akan dilaksanakan, yaitu:
1
Pendidikan berlangsung seumur
hidup (life long education). Dalam
hal ini bahwa usaha pendidikan sudah
dimulai sejak manusia itu lahir dari kandungan ibunya sampai ia tutup usia,
sepanjang ia masih mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan
dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hayat ialah bahwa
pendidikan tidak identik dengan sekolah. Pendidikan akan berlangsung dalam
lingkungan keluarga, dalam lingkungan sekolah dan dalam lingkungan masyarakat.
2
|
Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pemerintah tidak
boleh memonopoli segalanya, melainkan bersama dengan keluarga dan masyarakat,
berusaha mencapai pendidikan yang telah ditentukan.
3
Bagi manusia, pendidikan itu
merupakan suatu keharusan, karena pendidikan, manusia akan memiliki kemampuan
dan kepribadaian yang berkembang. Handerson mengemukakan, bahwa pendidikan
merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakan oleh manusia, suatu perbuatan
yang tidak boleh tidak terjadai karena pendidikan membimbing generasi muda
untuk mencapai generasi yang lebih baik.
Konsep dasar yang telah dikemukakan
diatas tentunya akan menemui beberapa hambatan, hambatan dapat berasal dari
lingkungan maupun dari keluaraga. Menurut Partowisastro (dalam Maryono, 1998:
89-95), kelangsungan pendidikan anak dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara
lain:
1.
Faktor pendorong, yang terdiri
dari (1) minat orang tua untuk menyekolahkan anak dapat dipengaruhi oleh
ekonomi keluarga dan atau persepsi orang tua yang sadar akan pentingnya
pendidikan bagi anak, (2) minat anak dalam bersekolah dapat dipengaruhi oleh
kondisi sosial ekonomi keluarga, juga tingkat prestasi anak di sekolah, (3)
faktor lingkungan tempat tingal juga berpengaruh terhadap pendidikan anak baik
positif maupun negatif.
2.
Faktor penghambat, yang terdiri
dari (1) kondisi sosial ekonomi keluarga, rendahnya kondisi sosial ekonomi dan
tingkat pendidikan orang tua, memiliki pengaruh terhadap kelangsungan
pendidikan anak (untuk meneruskan pendidikan ke jenjanag yang lebih tinggi),
yaitu adanya anggapan bahwa pendidikan itu tidak penting bagi anak, (2)
kemampuan siswa terjadi karena prestasi anak kurang sehingga anak tersebut
tidak mau melanjutkan sekolah atau mungkin karena kurang taunya anak akan arti
pentingnaya pendidikan, disamping iklim persaingan mendapatkan sekolah yang
baik semakin ketat, (3) kondisi lingkungan masyarakat, lingkungan dimana anak
tingal dan berada bisa menjadi faktor penghambat kelangsungan pendidikan anak
Hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh Indraharti (2005) mengenai penyebab rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke
SMA di desa Kemiriombo Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung, didapat
kesimpulan sebagi berikut:
1
Faktor geografi yang
menyebabkan rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke SMA di desa kemiriombo adalah
sbb:
a)
Jarak dari rumah ke sekolah
b)
Keadaan topografi yang kasar
yaitu berupa perbukitan
c)
Aksesibilitas yang rendah yang
meliputi: kondisi jalan yang rusak, dan keadaan transportasi yang tidak lancar.
2
Faktor sosial ekonomi orang tua
yang meliputi
a)
Pendidikan orang tua yang
rendah
b)
Mata pencaharian orang tua dan
c)
Pendapatan orang tua
Variabel penelitian dalam skripsi ini
berjumlah empat, yaitu (1) Tingkat pendidikan orang tua (2) Tingkat pendapatan
orang tua (3) Aksesibilitas wilayah (4) Motivasi anak.
B.
Tingkat Pendidikan Orang
Tua
Pendidikan formal yang pernah
ditempuh orang tua akan berpengaruh pada kelanjutan sekolah anak mereka. Orang
tua yang memiliki pendidikan yang tinggi akan mempunyai dorongan untuk memperbaiki
hidupnya dan keluarganya, disamping itu akan memberikan pertimbangan yang
rasional dalam menghadapi suatu masalah, yang berpengaruh terhadap pandangan
dan wawasannya. Demikian juga dengan pendidikan anak mereka, orang tua akan mempunyai
dorongan atau motivasi yang besar untuk menyekolahkan anak mereka. Indraharti
dalam penelitian juga menyatakan bahwa, rendahnya tingkat pendidikan kepala
keluarga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendidikan anak (Indrahati,
2005 dalam Kadarwati, 1995: 12).
Hasbullah (2008: 6) mengemukakan
bahwa pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga
mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa pengertian pendidikan dari para ahli dalam Munib (2007: 32-33):
1.
Ki Hajar Dewantara menyatakan,
bahawa pendidikan umumnya berarati daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek), dan tubuh anak.
2.
Crow and Crow menyatakan, bahwa
pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi
individu untuk kehidupan sosialanya dan membantu meneruskan adat dan budaya
serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.
3.
Dictionary of Education menyatakan, bahwa pendidikan adalah proses
seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainya
didalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yaitu orang dihadapakan pada
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari
sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan
sosial dan kemampuan individu yang optimal.
4.
Driyarkara menyatakan, bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insan itulah disebut mendidik.
Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda.
5.
Daoed Joesof menegaskan, bahwa
pengertian pendidikan mengandung dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai
hasil/produk. Yang dimaksud dengan proses adalah: proses bantuan, pertolongan,
bimbingan, pengajaran, pelatihan. Sedangkan yang dimaksud dengan hasil/prodak
adalah; manusia dewasa, sosial, bertanggung jawab, dan mandiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas
maka pengertian pendidikan adalah usaha
sadar dan sisitematis, yang dilakuakn orang-orang yang diserahi tanggung jawab
untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan
cita-cita pendidikan (Munib, 2007: 34)
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan nasional, maka kegiatan pendidikan dilaksanakan melalui tiga jalur
sebagaimana yang tertuang dalam UU No.20 tahun 2003 Pasal 13 (1) yang secara
lengkap berbunyi: “Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,
dan informal yang saling dapat melengkapi dan
memperkaya”. Ayat (1) tersebut dilanjutkan dengan ayat (2) yang selengkapnya
berbunyi: “Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dislengarakan dengan
system terbuka melalui tatap muka dan atau melalui jarak jauh”.
Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus. Kiranya perlu
juga dikenali ketiga jalur pendidikan tersebut diatas memeiliki ciri-ciri yang
berbeda sebgaimana berikut.
Adapun ciri-ciri pendidikan formal
anatara lain:
1.
Tempat berlangsungnya kegiatan
proses pembelajaran digedung sekolah
2.
Untuk menjadi peserta didik ada
persyaratan khusus yang harus dipenuhi, misalnya usia.
3.
Memiliki jenjang pendidikan
secara jelas
4.
Kurikulumnya disusun secara
jelas untuk setiap jenjang dan jenisnya
5.
Materi pembelajaran bersifat
akademis
6.
Pelaksanaan proses pendidikan
relatif memakan waktu yang cukup lama
7.
Ada ujian formal yang disertai
dengan pemberian ijazah
8.
Penylengara pendidikan adalah
pemerintah/swasta
9.
Tenaga pengajar harus memiliki
klasifikasi sebagaimana yang ditetapkan dan diangkat untuk tugas tersebut
10.
Dislengarakan dengan mengunakan
administrasi yang relatif seragam.
Contoh dari pendidikan formal adalah
Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/sederajat atau setara dengan kejar paket A,
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat atau setara dengan kejar paket B,
Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat atau setara dengan kejar paket C dan
Perguruan Tinggi (PT)/sederajat Jenjang pendidikan formal terdiri atas jenjang pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi (UU No.20 Tahun 2003 Pasal 14).
Jenjang pendidikan dasar merupakan
jenjang pendidikan yang melandasi jenjang
pendidikan menengah (Pasal 17 ayat 1), pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madarasah Tsanawiyah (MTs)
atau bentuk lain yang sederajat (Pasal 17 ayat 2). Untuk selanjutnya ketentuan
mengenai pendidikan dasar ini akan diatur melalui Peraturan Pemerintah.
Adapun jenjang pendidikan menengah
diatur dalam pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelasakan sebagai
berikut. Ayat (1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2)
pendidikan Menengah terdidri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan; (3) Pendidikan menegah berbentuk sekolah Menegah Atas (SMA),
Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madarasah Aliyah
Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) ketentuan mengenai
pendidikan menegah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Sedangkan ciri - ciri pendidikan
nonformal antara lain:
1.
Penylenggaraan kegiatan proses
pembelajaran dapat dilakuakan diluar gedung sekolah
2.
Adakalanya usia menjadi
persyaratan, tetapi tidak merupakan suatu keharusan
3.
Pada umumnya tidak memiliki
jenjang yang jelas
4.
Adanya program tertentu yang
khusus hendak ditangani
5.
Bersifat praktis dan khusus
6.
Pendidikanya relatif
berelangsung secara singkat
7.
Kadang-kadang ada ujian dan
biasanya peserta mendapatkan sertifikat
8.
Dapat dilakukan oleh pemerintah
atau swasta.
Penjelasan mengenai pendidikan
nonformal dapat disimak pada pasal 26 (1) (2) dan (3) sebagai berikut. Pasal 26
(1) Pendidikan nonformal dislengarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
pelayanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah atau pelengkap
pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pasal 26
(2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pasal 26 (3) Pendidikan
nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pedidikan pemberdayaan permpuan, pendidikan keaksaraan,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik. Ketentuan mengenai penylengaraan pendidikan nonformal lebih lanjut diatur dengan
peraturan pemerintah (Munib, 2007: 145).
Sementara itu ciri - ciri pendidikan
informal antara lain:
1.
Dapat dilakukan dimanasaja dan
tidak terikat oleh hal-hal yang formal
2.
Tidak ada persyaratan apapun
3.
Tidak berjenjang
4.
Tidak ada program yang
direncanakan secara formal
5.
Tidak ada materi tertentu yang
harus tersaji secara formal
6.
Berlangsung sepanjang hayat
7.
Tidak ada ujian
8.
Tidak ada lembaga tertentu
sebagai penylenggaranya.
Pendidikan informal selanjutnya diatur
dalam pasal 27 (1), (20) dan (3) yang selengkapnya berbunyi: Pasal 27 (1)
Jenjang pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar yang bersifat mandiri. Pasal 27 (2) Hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus
ujian sesuai dengan standar pendidikan. Selanjutnya Pasal 27 (3) Menyatakan
ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal diatur lebih lanjut dengan
peratuaran Pemerintah (Munib, 2007: 146-147)
Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, vokasi, keagamaan dan khusus (Pasal 15). Pendidikan umum merupakan
pendidikan dasar dan menegah yang mengutamkan perluasan pengetahuan yang
diperlukan peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendidikan Kejuruan merupakan
pendidikan menegah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja
dalam bidang tertentu. Adapun pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi
program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan
disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Sementara itu pendidikan profesi
merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan program
peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
Lain lagi dengan pendidikan vokasi yaitu
pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan keahlian terapan tertentu dan
setara dengan program sarjana.
Pendidikan keagamaan merupakan
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapakan peserta didik untuk
dapat menjalankan peranan yang dapat menuntut peneguasaan pengetahuan tentang
ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama. Selanjutnya pendidikan khusus merupakan
penylenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta
didik yang memiliki kecerdasan yang luar biasa yang dislengarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
Sehingga dapat dikatakan bahwa orang
tua yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai wawasan yang
lebih kedepan tentang masa depan anakanya, berbeda sekali dengan orang tua yang
berpendidikan rendah. Orang tua yang berpendidikan tinggi tentunya akan
lebih mengetahui betapa pentingnya
pendidikan, sehingga mereka akan sangat mengutamakan pendidikan bagi
anak-anakanya.
Tingkat pendidikan orang tua yang
dimaksud adalah pendidkan formal terahir yang ditamatkan orang tua siswa (Ayah
dan Ibu) yaitu ijazah terahir yang dimiliki oleh orang tua.
C.
Tingkat Pendapatan Orang
Tua
Pendapatan orang tua akan
mempengaruhi kemampuan orang tua dalam membiayai pendidikan anak-anaknya.
Semakin tinggi tingkat pendapatan orang tua maka dapat dikatakan akan semakin
mudah orang tua untuk membiayai pendidikan anak-anaknya dan semakin rendah
pendapatan orang tua maka orang tua akan semakin sulit untuk membiayai
pendidikan anak-anaknya. Semkin tinggi tingkat pendidikan maka biaya yang harus dipenuhi untuk biaya
pendidikan akan semakin besar, semakin tinggi pendidikan yang ditempuh
anak-anaknya maka semakin tinggi pula biaya yang harus dikeluarkan orang tua
untuk biaya pendidikan tersebut.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik
(BPS, 2008: 9) Pendapatan adalah penerimaan berupa uang maupun barang yang
diterima atau dihasilkan. Nordhaus dan
Samuelson (2003: 264) mengemukakan bahwa pendapatan mengacu kepada aliran upah,
pembayaran bunga, keuntungan saham dan hal-hal lain mengenai pertambahan nilai
selama periode waktu tertentu (biasanya satu tahun).
Pendapatan dapat diartikan sebagi hasil yang diterima seseorang, karena
orang itu bekerja dan hasilnya bisa berupa uang atau barang. Pendapatan orang
tua adalah hasil yang diterima orang tua dari hasil bekerja yang berupa uang
ataupun barang yang dinilai dengan uang selama satu bulan. Besarnaya jumlah
pendapatan biasanya akan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang dimilki, baik
pekerjaan utama/tetap maupun pekerjaan sampingan. Besarnaya pendapatan yang
diterima biasanya akan berbanding lurus dengan besarnya pengeluaran, semakin
tinggi pendapatan maka pengeluaran akan semakin tinggi dan semakin rendah
pendapatan maka pengeluaran akan semakin rendah. Badan Pusat Statistik (BPS,
2008: 9) mengemukakan pengeluaran rumah tangga sebulan adalah rata-rata biaya
yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah
tangga dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu:
1
Pengeluaran untuk makan
2
Penegeluaran bukan makan (
perumahan, aneka barang dan jasa, pendidikan, kesehatan, pakaian, barang tahan
lama, pajak dan asuransi dan keperluan untuk pesta dan upacara), konsumsi
tersebut tanpa memperhatikan asal barang (membeli atau hasil sendiri atau
pemberian), dan terbatas pada pengeluaran usaha rumah tangga atau diberikan
kepada pihak lain.
Pengeluaran rata-rata perkapita
adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama
sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga (BPS, 2010: 12). Rata-rata
pengeluaran per kapita Kabupaten Temanggung tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 301.290,00
yang dipakai untuk kebutuhan makan maupun non makan, pengunaan kebutuhan untuk
makan mencapai 52,67% sedangkan sisanya 47,33% digunakan untuk kebutuhan non
makan. Upah Minimum Regional (UMR) bisa
digunakan untuk mengukur tingkat pendapatan seseorang, jika tingkat pendapatan
seseorang di bawah UMR maka dapat dikatakan bahwa pendapatanya masih rendah,
dan sebaliknya jika pendapatan diatas UMR maka dapata dikatakan bahwa
pendapatannya sudah termasuk tinggi. UMR Kabupaten Temanggung Pada Tahun 2010 adalah
sebesar Rp. 709.500,00 (Ariansyah, 2010).
Kriteria pendapatan penduduk bisa di
klasifikasikan berdasarkan pendapatan atau pengeluran per kapita, menurut
Sajogyo (dalam Supardi dan Nurmanaf, 2004), melakukan stratifikasi kemiskinan
dengan membagi golongan penduduk menjadi tiga strata yaitu paling miskin,
miskin sekali dan miskin. Sementara untuk golongan tidak miskin dibedakan lagi
menjadi dua strata yaitu golongan cukup dan kaya. Pemabagian golongan tersebut
didasarkan pendapatan/pengeluaran setara beras per kapita per tahun.
1
Penduduk paling miskin adalah
penduduk yang mempunyai pendapatan yang setara beras kurang dari 240 kg
beras/kapita/tahun
2
Penduduk miskin sekali adalah
penduduk yang mempunyai pendapatan yang setara beras antara 240 – 360 kg beras/kapita/tahun
3
Penduduk miskin adalah penduduk
yang mempunyai pendapatan yang setara beras antara 360 – 480 kg
beras/kapita/tahun
4
Penduduk dengan pendapatan
cukup yaitu penduduk yang mempunyai pendapatan setara beras 480 – 960 kg
beras/kapita/tahun
5
Penduduk kaya yaitu penduduk
dengan pendapatan setara beras lebih dari 960 kg beras/kapita/tahun
Tingkat pendapatan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah, pendapatan bersih orang tua (Ayah dan Ibu) dari hasil
mereka bekerja baik dari penghasilan pokok maupun dari penghasilan sampingan di
kurangi dengan pengeluaran untuk makan dan non makan selama satu bulan.
D.
Aksesibilitas Wilayah
Kondisi fisik suatu wilayah dapat
menjadi pendorong ataupun penghambat bagi aktifitas manusia, wilayah dikatakan
menjadi pendorong bagi aktifitas manusia apabila wilayah tersebut mudah
dijangkau atau dihubungkan dengan daerah lain dan sebaliknya menjadi faktor
penghambat manusia apabila wilayah tersebut susah di jangkau atau di hubungkan
dengan wilayah yang lain. Jika kita membicarakan keterjangkaun suatu wilayah
dari wilayah yang lain maka kita tidak akan lepas dari yang namanya
aksesibilitas.
Aksesibilitas dapat diartikan sebgai
berikut, menurut Black (dalam Miro 2005: 18):
1.
Aksesibilitas merupakan konsep
yang mengkombinasikan (menggabungkan):
sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem jaringan transportasi
yang menghubungkanya, dimana perubahan tata guna lahan, yang menimbulkan
zona-zona dan jarak geografis disuatu wilayah atau kota, akan mudah dihubungkan
oleh penyediaan prasarana atau sarana angkutan.
2.
Aksesibilitas merupakan
mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainya lewat transportasi yang
ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang ada diatasnya. Dengan
perkataan lain: suatu ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai cara lokasi
petak (tata) guna lahan yang saling berpencar, dapat berhubungan (berinteraksi)
satu sama lain. Dan mudah atau sulitnya
lokasi tersebut dicapai melalui system jaringan transportasinya,
merupakan hal yang sangat subjektif, kualitatif dan relatif sifatnya, artinya
yang mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain.
Variabel yang bisa menyatakan apakah
ukuran tingkat kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikaitkan tinggi atau
rendah adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer). Kalau kedua
tata guna lahan mempunyai jarak yang berjauhan secara fisik, maka aksesnya
dikatakan rendah. Faktor jarak tidak dapat diandalkan karena pada kenyataan
bisa terjadi bahwa dua zona yang jaraknya berdekatan (misalkan berjarak 1,5 km),
tidak dapat dikatakan tinggi tingkat akses (pencapainya) apabila antara zona
(guna lahan) yang satu dengan yang lainnya tidak terdapat prasarana jaringan
transportasi yang menghubungkanya. Demikian pula sebalkinya, dua zona yang
berjauhan pun tidak bisa disebut rendah tingkat pencapainya, kalau antara kedua
zona tersebut terdapat prasarana jaringan jalan dan pelayanan armada angkutan
yang cukup memadai (Black dalam Miro, 2005: 19)
Kaitanya dengan pendidikan anak ,
aksesibilitas dapat dikatakan sebagai pendorong maupun penghambat kelancaran
pendidikan dengan cara melihat:
1.
Jarak Dari Rumah ke Sekolah
Perkembangan wilayah dipengaruhi oleh
lokasi absolut dan lokasi relatif lokasi relatif suatu tempat yaitu, kedudukan
wilayah atau tempat yang bersangkutan dalam hubunganya dengan faktor alam dan
budaya yang ada disekitarnya. Lokasi ini mengambarkan keterjangkauan,
perkembangan dan kemajuan suatu wilayah yang bersangkutan dengan wilayah lain
(Sumaatmadja, 1986: 43)
Keterjangkaun yang rendah akan
menyebabkan sukarnya sutu daerah mencapai kemajuan, sebaliknya semakin suatu
dareah itu mudah dijangkau maka semakin mudah daerah itu mengalami kemajuan.
Hal ini berkaitan dengan jarak, semakin dekat jarak antar derah maka akan
semakain mudah terjadinya kontak atau hubungan (Bintarto, 1979: 16). Dari sini
dapat disimpulkan bahwa jarak yang jauh dari rumah kesekolah akan semakin sulit
dicapai dan membutuhkan biaya yang banyak serta waktu yang lama. Jarak dalam
skripsi ini dikelompokan menjadi dua yaitu: (a) Jarak tempuh, yaitu jarak yang
harus di tempuh untuk menuju ke sekolah SMA terdekat yang di ukur dari lokasi
penelitian. (b) Waktu tempuh, yaitu lamanya waktu tempuh yang dibutuhkan untuk
menuju ke sekolah SMA terdekat, yang di ukur dari lokasi penelitian.
2.
Biaya Transportasi
Biaya transportasi merupakan, biaya
yang harus dikeluarkan untuk menempuh perjalanan dari tempat asal menuju tempat
tujuan. Yang dimaksud biaya transportasi dalam skripsi ini adalah, besarnya
biaya yang harus dikelurkan, untuk berangkat dari rumah ke sekolah dan juga
untuk pulang dari kesekolah ke rumah. Semakin tinggi biaya transportasi maka
akan semakin sulit orang untuk menjangkaunya.
3.
Fasilitas Jalan
Pembangunan jaringan jalan mulai
meluas setelah kendaraan motor mulai digunakan. Kendaran bermotor dan jalan
raya menjadi suatu jenis angkutan darat, kendaran bermotor merupakan
sarana dan jalan raya merupakan
prasarana angkutan. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya
yang diperuntukan bagi lalulintas kendaraan, orang dan hewan. Pengertian jalan
tidak terbatas pada jalan pada permukaan tanah, akan tetapi termasuk jalan yang
melintasi sungai besar/danau/laut, dibawah permukaan air dan diatas permukaan
tanah.
Fasilitas jalan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kondisi jalan yang bisa dilalui untuk menuju ke sekolah,
apakah kondisi jalan mudah di lalui atau sukar dilalui, baik mengunakan sepeda
motor maupun angkutan yang lain.
4.
Fasilitas Transportasi
Pengangkutan menyangkut bidang yang
luas. Hampir seluruh kehidupan manusia tidak terlepas dari keperluannya akan pengangkutan.
Pengangkutan diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal
ke tempat tujuan. Pengangkutan tumbuh dan berkembang sejalan dengan majunya
tingkat kehidupan dan budaya manusia. Kehidupan masyarakat yang maju ditandai
oleh mobilitas yang tinggi, yang dimungkinkan oleh tersedianya fasilitas pengangkutan
yang cukup.
Keterkaitan dengan pendidikan anak
bahwa tercukupinya sarana dan prasarana transportasi memepengaruhi anak untuk
melanjutkan pendidikannya. Semakin banyak sarana dan prasarana maka mempermudah
untuk anak pergi ke sekolah.
Fasilitas transportasi yang dimaksud
adalah tersedianya sarana transportasi yang dapat dipakai atau digunakan untuk
menuju ke sekolah, bisa berupa kendaraan pribadi maupun angkutan umum.
E.
Motivasi Anak
Motivasi adalah
suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. (Hamalik, 1992:
173). Perubahan energi dalam diri seseorang
berbentuk aktifitas nyata berupa kegiatan fisik. Seseorang mempunyai
tujuan tertentu dari aktifitasnya, maka seseorang
mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala uapaya yang dapat ia lakukan untuk mencapainya.
Istilah motivasi
berasal dari kata “motif” yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang
terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut berbuat atau
bertindak. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkahlakunya, berupa rangsangan, dorongan atau
pembangkit tenaga atau munculnya suatu tingkah laku tertentu.
Menurut Mc. Donald (dalam Sardiman,
2007: 73-74), motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang
ditandai dengan munculnya “felling”
dan di dahului dengan adanya tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari penegrtian
yang dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga elmen penting, yaitu:
1.
Motivasi mengawali terjadinya
perubahan energi pada diri setiap individu manusia.
2.
Motivasi ditandai dengan
munculnya rasa atau feeling, afeksi
seseorang.
3.
Motivasi akan dirangsang karena
adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari
suatu aksi, yakni tujuan.
Kaitanya dengan
melanjutkan pendidikan maka motivasi anak bisa berasal dari dalam diri mereka
sendiri, dan juga bisa berasal luar diri mereka sendiri. Motivasi Intrinsik merupakan motivasi yang muncul
dari dalam seperti minat atau keingin tahuan
(curiosity), sehingga seseorang tidak termotivasi oleh bentuk-bentuk
intensif atau hukuman. Sedangkan motivasi ekstrinsik ialah motivasi yang
disebabkan oleh keinginan untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman,
motivasi yang terbentuk oleh faktor-faktor eksternal berupa ganjaran dan atau hukuman.
Konsep motivasi intrinsik mengidentifikasi tingkah laku seseorang yang merasa senang
terhadap sesuatu; apabila ia menyenangi kegiatan itu maka, termotivasi untuk
melakukan kegiatan tersebut (Uno, 2011: 7)
Motivasi merupakan suatu dorongan
yang timbul oleh adanya
rangsangan-rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang
berkeinginan untuk mengadakan perubahan tingkah laku/aktifitas tertentu lebih
baik dari keadaan sebelumnya. Dengan sasaran sebagai berikut: (a) mendorong
manusia untuk melakukan suatu aktifitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan. Dalam hal ini
motivasi merupakan motor penggerak dari setiap kebutuhan yang akan dicapai, (b)
menentukan arah tujuan yang hendak dicapai, dan (c) menentukan perbuatan yang
harus dilakukan. Atau dapat pula disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan
internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk melakuakn perubahan tingkah
laku, yang mempunyai indikator sebagi berikut: (1) adanya keinginan dan hasrat
untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan untuk melakukan
kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan
atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya lingkungan yang
menarik (Uno, 2011: 10).
Berdasarkan uraian tentang motivasi
diatas, jika motivasi dikaitkan dengan
usaha anak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat, maka
motivasi akan menjadi pendorong yang kuat bagi seseorang untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Dengan demikian semakin tinggi motivasi
siswa untuk melanjutkan sekolah maka semakin besar pula kesempatan anak untuk
bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Begitu pula sebaliknya
semakin rendah motivasi yang dimilki siswa untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang SMA/sederajat maka semakin rendah pula kesempatan siswa untuk bisa
melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/sederajat. Motivasi dalam penelitian ini
yaitu, adakah keinginan dari siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
SMA/sederajat.
F.
Angka Putus Sekolah
Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta
didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak
dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya (Gunawan, 2000: 71). Angka
putus sekolah mencerminkan anak usia sekolah yang tidak bersekolah lagi atau
yang tidak menamatkan suatu jenjang pendidikan tertentu (BPS, 2009: 36).
Putus sekolah
merupakan suatu gejala yang mengakibatkan seseorang berhenti melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Terjadinya putus sekolah bisa
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya bisa disebabkan oleh kemauan sendiri
ataupun karena
kondisi ekonomi orang tua yang kurang mampu membiayai untuk melanjautkan
pendidikan.
Walaupun dari tahun
ke tahun angka putus sekolah di Indonesia semakin menurun, tetapi masih banyak
anak-anak usia sekolah yang tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi lagi. Sensus 2008 memperkirakan bahwa angka putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah
dan atas masih relatif tinggi yaitu masing-masing masih 3 % dan 8 %, diman
siswa laki-laki memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk meninggalakan
sekolah dibandingkan dengan siswa
perempuan.
Angka putus sekolah
ini sering digunakan sebagi indikator berhasil atau tidaknya pembangunan di
bidang pendidikan. Penyebab utama putus sekolah anatara lain karena kurangnya
kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan di sekolah, kondisi orang tua
yang miskin dan kondisi geografis.
Angka putus sekolah dalam penelitian ini adalah, seseorang yang tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang SMA/sederajat dan hanya tamat pendidikan formal pada
jenjang SMP/sederajat di Kecamatan Tretep Kabupaten Temanggung Tahun 2011.
G.
Sekolah Menengah Atas
(SMA)
Munib (2007: 147) menjelaskan bahwa
jenjang pendidikan menegah diatur dalam
pasal 18 (1,2,3 dan 4) yang berturut-turut dijelasakan sebagai berikut. Ayat
(1) Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar; (2) pendidikan
Menengah terdidri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan; (3) Pendidikan menegah berbentuk sekolah Menegah Atas (SMA), Madrasah
Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madarasah Aliyah Kejuruan
(MAK) atau bentuk lain yang sederajat; (4) ketentuan mengenai pendidikan
menengah sebagaimana yang dimaksud lebih lanjut diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Sekolah menengah atas (disingkat SMA;
bahasa Inggris: Senior High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada
pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau
sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari
kelas 10 sampai kelas 12.
Pada tahun kedua (kelas 11), siswa
SMA dapat memilih salah satu dari 3 jurusan yang ada, yaitu Sains, Sosial, dan
Bahasa. Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian
Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan SMA dapat
melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja.
Pelajar SMA umumnya berusia 16-18
tahun. SMA tidak termasuk program wajib belajar pemerintah - yakni SD (atau
sederajat) 6 tahun dan SMP (atau sederajat) 3 tahun - meskipun sejak tahun 2005
telah mulai diberlakukan program wajib belajar 12 tahun yang mengikut sertakan
SMA di beberapa daerah, contohnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.
SMA diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan SMA
negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan
Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota.
Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam
bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, SMA negeri merupakan
unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.